Sopyan SD Sukamekar 2

Sopyan, memotivasi dirinya untuk terus bahagia. Apapun yang dilakukan harus menghasilkan kebahagiaan itu dan membaginya dengan yang lain. Menjadi kepala sekola...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tes DNA untuk Eliza

Tes DNA untuk Eliza

Sore itu Eliza baru pulang dari sekolahnya. Gadis SMA berusia 18 belas itu tampak matanya berkaca-kaca. Ada kegalauan luar biasa di kepalanya yang membutuhkan penjelasan. Setelah mengucap salam, dia segera menemui ibunya.

“Ibu, aku ini anak siapa sih?” tanya Eliza tiba-tiba.

“Ya, anak ibu, Sayang!” jawab ibunya kaget, “kok, Kamu nanyanya begitu? Datang-datang, bukannya istirahat!”

“Ibu jangan bohong!” tegas Eliza. Kali ini, air matanya tak terbendung.

“Kamu anak Ibu, sayang!” kata ibunya sambil memeluk erat.

“Ibu jangan bohong!” kali ini suara Eliza lirih rendah, tapi tangisannya mulai menjadi, “Bu, sebetulnya Eliza sering mendapat omongan dari teman-teman, tetangga. Katanya aku bukan anak Ibu!” kali ini dia benar-benar menangis.

Mendengar pertanyaan dan tangisan Eliza, ibu terdiam. Tak terasa, dia pun menangis, merasakan kegalauan hati Eliza. Sejenak mereka terdiam.

“Baiklah, Sayang. Ibu tidak bisa jelaskan sekarang. Kita tunggu ayah. Sebentar lagi juga dia pulang” kata ibu menenangkan.

“Enggak, pokoknya aku ingin tes DNA!” kata Eliza meninggi.

“Ya, ya. Sekarang Kamu istirahat dulu, mandi, makan, sholat!” kata ibu menenangkan. Eliza menatap mata ibunya. Dia menangkap ada sesuatu yang disembunyikan. Tapi tidak mau berlarut-larut. Dia segera beranjak menuju kamarnya.

***

Malam selepas waktu Isya keluarga Pak Hadi sengaja berkumpul di ruang tengah rumahnya. Selain ayah, ibu dan Eliza, tampak pula kakak Eliza,Tiara bersama suaminya. Tiara tidak jauh rumahnya. Karena itu sengaja diundang untuk diajak bicara bersama.

“Ayah, benarkan Eliza bukan anak Ayah!” tanya Eliza pada ayahnya. Benar-benar tidak sabar, “aku tidak kuat mendengar selentingan teman dan tetangga, Ayah!”

“Eliza, Sayang” kata ayahnya memulai.

“Pokoknya, aku ingin tes DNA!” kata Eliza tegas. Dia menduga akan mendapat penjelasan yang sama seperti yang dikatakan ibunya.

“Tenang dulu. Ayah akan jelaskan. Tadinya ayah akan menunggu waktu yang tepat saat Kamu siap. Sepertinya, sekaranglah waktu yang tepat itu” kata ayahnya, tetap tenang, “sini, duduk dekat ayah!”. Eliza duduk di tengah ayah dan ibunya. Dipeluknya Eliza oleh ayah ibunya dengan penuh rasa sayang. Tak terasa, air mata Pak Suganda ayah Eliza itu mulai menetes. Ada kegetiran yang selama ini disembunyikan.

“Eliza, tes DNA itu tidak perlu. Sekarang, mengenai Kamu akan ayah jelaskan” kata Pak Suganda. Semua terdiam. Dengan seksama mereka mendengarkan penjelasan dari Pak Suganda yang selama ini berperan sebagai ayah Eliza.

Cerita ini bermula sembilan belas tahun yang lalu. Saat itu, Pak Suganda, masih bekerja sebagai mandor di sebuah perkebunan teh, di kaki gunung Tangkuban Perahu. Di tempat itu, beliau tinggal bersama keluarganya, termasuk anak sulungnya bernama Diki. Pemuda yang mulai beranjak remaja.

Meskipun keluarga Pak Suganda dikenal religius, tapi Diki berbeda. Dia brutal, susah diatur dan cenderung kriminal. Sampai suatu ketika terjadi peristiwa, Diki melakukan pelecehan terhadap seorang gadis buruh pemetik teh. Si gadis dan Diki kemudian dipaksa menikah.

Selang beberapa waktu kehamilan pun terjadi. Tapi ketika anaknya dilahirkan, Diki terlibat KDRT sehingga bercerai. Kemudian anaknya diurus keluarga Pak Suganda, sang ayah yang sebetulnya adalah kakeknya. Sejak itu Eliza menjadi “anak” Pak Suganda.

Setelah pensiun, keluarga Pak Suganda pindah ke Bandung, meninggalkan segala kenangan di tanah perkebunan.

Sementara itu, karena suatu tindak kriminal yang dilakukannya, Diki dipenjara dalam waktu yang lama. Tempo hari pun, Eliza pernah menengoknya. Tentu, dia belum tahu bahwa Diki itu adalah ayahnya.

“Jadi, Kak Diki itu sebetulnya adalah ayah Eliza?” tanya Eliza seperti tidak percaya. Pak Suganda menjawab dengan anggukan kecil. Selama ini memang Diki disebutkan sebagai kakak Eliza.

“Ayah Diki jahat!” kata Eliza setengah berteriak.

“Eliza, Kamu sabar ya!” kata Pak Suganda, “biarpun begitu, dia ayahmu, Nak!”

“Aku ingin bertemu ibu!” kata Eliza menangis sejadi-jadinya di pelukan Bu Suganda,"Di mana Dia Nek?"

“Besok Minggu, kita tengok ayah Kamu dulu di penjara, baru kemudian ibumu. Mudah-mudahan ibumu masih tinggal di perkebunan itu!” ajak Pak Suganda.

Malam itu malam yang sangat dramatis. Eliza pun mengetahui seluk beluk tentang dirinya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa pak cerpennya. Sehat, bahagia, dan sukses selalu. Barakallah buat pak Sofyan

09 Feb
Balas

Terimakasih, Pak Mulya.

09 Feb

Terhanyuut, bagus pak

09 Feb
Balas

Terima kasih

11 Feb

Asyik bacanya Pak, kapan ya bisa nulis keren kayak gitu.Sukses Pak

09 Feb
Balas

Masih belajar, Bu.Itu ada kisah nyatanya. Hanya dibumbui dikit, he...he...

11 Feb

di tunggu sambungannya

13 Feb
Balas

Marvalous!

09 Feb
Balas

Terima kasih

11 Feb

Keren Pak cerpennya

22 Feb
Balas

Keren Pak cerpennya

22 Feb
Balas

Keren Pak cerpennya

22 Feb
Balas

Keren!

09 Feb
Balas

Terima kasih

09 Feb

Keren. Bacaan asik dan mengandung pesan moral yang baik. Terus berkarya sahabat guru.

09 Feb
Balas

Siap. Terima kasih.

09 Feb

Mantab aku suka

09 Feb
Balas

Terima kasih

11 Feb

mantap pak,,,

09 Feb
Balas

Terima kasih ya. Sudah mau membaca dan komentar

11 Feb



search

New Post